sejati |
Hidup sederhana adalah hidup tidak
berlebihan. Tidak mempertontonkan kemewahan di khalayak ramai. Sederhana adalah
bersikap secara proposional.
Manusia dianugerahi oleh Allah SWT berupa
akal dan nafsu. Idealnya akal dapat menuntun hawa nafsu sehingga manusia dapat
selamat dalam kehidupannya. Namun nafsu manusia kadang seperti air, mengalir
terus selama masih ada celah yang terbuka. Bedanya bila air mengalir ke tempat
yang lebih rendah, sedangkan hawa nafsu ke arah Yang lebih tinggi.
Tabiat manusia yang diperbudak hawa
nafsunya senantiasa tidak pernah merasa puas. Terus-menerus menemui satu titik
untuk merasa kurang. Dan akan menjadi orang-orang yang hilang kepekaannya. Tak
mampu mensyukuri apa yang telah Allah berikan kepadanya. Tak mampu menyelami
apa yang terjadi disekelilingnya.Tentu hal yang demikian sangatlah dihindari,
karena Islam sangat menjunjung tinggi nilai persaudaraan.
Rasulullah saw bersabda,
“Tidak beriman seorang diantara kamu
sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Untuk itulah Islam mengajarkan pola hidup
sederhana yang sebaiknya dilakukan oleh umatnya. Lalu apa yang disebut
dengan sederhana? Sederhana tidak identik dengan serba kekurangan atau miskin.
Esensi sederhana adalah adanya rasa cukup pada dirinya dengan apa yang
diterima.
Hidup sederhana adalah hidup tidak
berlebihan. Tidak mempertontonkan kemewahan di khalayak ramai. Sederhana adalah
bersikap secara proposional. Menempatkan sesuatu pada tempatnya (bersikap
adil). Menggunakan harta yang dimiliki untuk kepentingan dan kemaslahatan umat.
“Beruntunglah orang yang diberi petunjuk kepada Islam, penghidupannya
sederhana dan merasa cukup (qonaah) dengan apa yang ada.” (HR. Muslim).
Islam
mengajarkan agar hidup ini bukanlah untuk menumpuk harta sehingga tidak
produktif. Tapi justru harus mengalirkannya untuk kepentingan umat. Untuk
itulah adanya sedekah, infak dan kewajiban zakat bagi yang telah masuk
nishabnya.
“Kekayaan
itu bukan karena banyaknya harta benda yang dimiliki, tetapi kekayaan jiwa.
” (HR. Bukhari).
Dengan kata lain, Islam menganjurkan
umatnya harus kaya tetapi bersikap qonaah. Untuk diri sendiri secukupnya,
tetapi untuk menolong kepentingan umat semaksimal mungkin. Inilah yang disebut
dengan kekayaan jiwa, kekayaan yang berkah.
Teladan yang menganut kehidupan seperti
itu telah banyak dicontohkan oleh para sahabat dan sahabiyah. Bagaimana mereka
hidup bersahaja dalam kesehariannya, tetapi ketika mereka bersedekah tidak
tanggung-tanggung. Bagaimana sangat sederhananya kehidupan Rasulullah saw,
tetapi beliau tidak pernah absen untuk berkurban dengan binatang ternak yang
terbaik.
Menjalani kehidupan
proporsional walaupun lebih dari berkecukupan, mau mendengar dan menolong kaum
dhuafa dengan ikhlas adalah cermin mukmin sejati. Ia merasa nyaman dengan
kesederhanaan yang menghiasai dirinya. Karena ia sadar bahwa sederhana itu
sangat indah.
No comments:
Post a Comment